Marshmallow Test #Psytalk Klub Buku Indonesia




 10 mei 2014

SetyoJoko: Anak di kasih tes, Dalam ruang tertutup,
Dikasih 1 marshmallow, Dan dikasih instruksi sama testernya,
"Ini ada 1 marshmallow untukmu, kamu bisa langsung memakannya, atau menunggu beberapa menit sampai aku kembali, dan kamu akan dapat 1 lagi marshmallow jika mau menunggu"
Si anak di tinggal dan kita lihat reaksi mereka, ada yg bisa sabar nahan untuk gak makan, ada yg langsung makan gitu aja, ada juga yg nyerahcdi pertengahan. Dan menurut hasil tes itu, anak anak yg bisa menahan diri, nunggu sampe si tester datang lagi, kemungkinan tingkat keberhasilan dalam hidupnya lebih tinggi.

Ijul: Itu kek semacam tes ketahanan buat mereka ya.
Kesabaran. Tanggung jawab.

Iyas: Gini, si anak bisa makan marshmallow itu langsung, tapi kalo si anak bisa nahan sampe si dia balik lagi, si anak bisa ngedapetin dua marshmallow...
SetyoJoko: Intinya yah, Si anak di kasih marshmallow, boleh dimakan langsung, atau kalao dia mau nunggu beberapa waktu sampe si mbak balik, dia bakal dapet lebih
Iyas: apa pelajatan yang didapat dari test tersebut?
Dari Bang Ian : Demi sesuatu yg ga pasti, mereka mau menunggu..
Ijul : kesabaran, tanggung jawab, struggle
Mut : pilihan, kemauan (tekad)
Vy : kepercayaan
KakBije : reward
Kakpeb : harapan (expectation)

Om Yoga: Mereka yang nahan ga ambil kue punya daya tahan ka iyas. Istilah psikologinya apa ya? Advertisy quotion?
Iyas: Okeh, dimulai dari ngejawab pertanyaan kak yoga yak... mungkin yang dimaksud kak yoga itu delayed gratification (menunda kepuasan). Dan, pertama aku kenalin dulu ama nama tes dari pidio yang kalean liat tadi yak. Yes, itu tadi dikenal dengan "Stanford's marshmallow test".
Febonk: Berarti bener kata lelaki bersuami yah, menunda kepuasan demi mendapatkan lebih.
Iyas: Itu tadi gambaran umum soal test ini, gaes. Kira-kira apa sik menurut kalean tujuan dari tes ini, selain menunda kepuasan? Ada pendapat laen mungkin?
Om Yoga: Berpijak kedepan?

Iyas: Wait, tambahan dari Mbah Mischel nih yak...
Tujuan utama dari eksperimen ini adalah untuk mengetahui proses mental yang membuat seseorang menunda kepuasannya saat ini untuk mendapatkan kepuasan yang lebih pada masa mendatang.

Kak Bije: Hmmm belajar mengendalikan keinginan
Iyas: Kan tadi ada yang berpendapat soal video ini, ada yang bilang soal expectation, believing, reward, tekad.. Kenapa kalean bisa mengambil kesimpulan tadi? Alasan...alasan...
Vy: Bersakit2 dahulu bersenang-senang kemudian
Iyas: Iya Kak Bije, bisa juga ini diliat dari cara belajar untuk mengendalikan keingian, atau istilah bekennya self control...
Kak Bije: Klo menurut gue itu anak belajar mengendalikan diri sehingga itu anak ketika dewasa terbiasa mengendalikan keinginannya. Misal dia pengen hp eh dia nabung dulu. Kek gitu kali ya
Iyas: Uuh, salah satu kuncinya itu kata "tunggu" atau "menunggu".
Bang Ian: Sifat dasar manusia kan ga pernah puas, kalo bisa dapet lebih, dgn pengorbanan yg dirasa pantes.. Yah pd milih lebih donk .*Imho..
Om yoga: ho oh, yg penting family happy
Kak Bije: Bisa jadi itu kelebihan ian...ada goal tersendiri yg mau dicapai
Bang Ian: Yah tetep aja dasarnya menurut sayah karna mereka mengharap sesuatu yang lebih
Mayang Nema: Mempertimbangkan keuntungan dari menunggu itu?😮
Bang Ian: Kelebihan nya bersabar itu karna berharap yg lebih ini
Iyas: Berharap yang lebih atau mengharapkan reward yak. Reward di sini, aku ngeliatnya lebih ke reinforcement.
Mutiara: Belajar tentang perjuangan. Bahwa, gak ada perjuangan yang sia-sia.

Iyas: Oke, wait. Ini tambahan ya gaes...
Setelah melakukan eksperimen tersebut, mischel kemudian mencari tahu keadaan anak-anak yang dulunya pernah dia test (setelah anak-anak berada dinsekolah menengah). Ternyata anak-anak yang bisa menunggu memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dari pada mereka yang gak bisa nunggu.
Menurut kalean, apa hubungannya antara tes ini, dan keadaan si anak pas dewasa?
Bang Ian: Anak-anak itu tau, apa yang bakal mereka dapetkan di masa depan dengan melakukan sesuatu sekarang ini.
Kak Bije: Anak-anak itu sudah tertanam pengendalian diri atau good habitnya tertanam sampe gede buat menunda kepuasan. Sama kaya mengendalikan diri saat mampir ke toko buku... Jadi menunggu sampe gajian tiba baru kalap belanja buku 😋
Iyas: Intermezo, kok aku kesannya hopless banget yak...
Ini menurut iyas yak (ntar ama mak nia ditambahin) atau ama joko sang tim hore malem ini....

jadi, selain delayed gratification ama self control. Yang menjadi fokus dalam tes ini adalah willpower (tekad), tadi disebutin ama mutiara juga. Trus ada juga expectation (kak pebi) dan believing (vy).
Menurut pemahaman yg aku dapet.
Jika, expectation ini dibarengin ama believing -> maka akan terbentuk yang namanya self efication (efikasi diri). Di mana efikasi diri, adalah keadaan seorang individu yang percaya bahwa dirinya dapat melakukan satu hal secara lebih efektif. Untuk terbentuk self efication ini, antara expectation dan believing harus seimbang yak. Jangan berat sebelah..
Kemungkinan, hal ini adalah satu hal yg membuat anak2 yg bisa nunggu ketika tes mempunyai prestasi akademik yg lebih bagus (menurut penelitian mischel). Karena pada diri mereka sudah tertanam adanya self efication sejak dini. Di mana juga menurut teori belajar, orang yang punya self efication tinggi kemungkinan untuk sukses itu lebih besar.
Itu kalo diliat dari faktor expectation and believing, yak... Ini belum ke delayed gratification, self control, dan willpower.
Ada yg mau berpendapat dari sini?
Bang Ian: Ini berpengaruh ga yas sama self confidence?
Febonk: Klo kontrol diri apakah termasuk k dalam berfikir dulu sebelum bertindak?
Mayang Nema: Berarti pemikirannya dua Kali lebih maju?
Iyas: Self efication, kalo kata aku sik sama ya ama self confidence. Di mana seorang individu percaya pada kemampuan diri dia.
Okeh, kak peb... mari kita kulik dari pengertian self control itu sendiri...
Self control : kemampuan untuk menangguhkan kesenangan naluriah langsung untuk memperoleh tujuan masa depan yang biasanya dinilai secara sosial (Dion, 2011)

Klo kontrol diri apakah termasuk k dalam berfikir dulu sebelum bertindak?
Sepertinya iya, karena self control ini nanti akan berhubungan dengan kemampuan individu untuk menimbang2, apakah yg ada di depan mereka ini harus diambil apa dintar2in aja.
Dan, hal ini menurutku juga dipengaruhi ama proses kognisi.
Febonk: Jadi juga berfikir, resiko-resiko apa yang bakal didapet dari pilihan yang akan dipilih.
Iyas: Berarti pemikirannya dua Kali lebih maju?
Aku kurang tau apakah individu ini berpikir dua kali lebih maju apa enggak. Tapi, mungkin mereka lebih memandang segala hal dari beberala sudut kali ya. Selain itu gaes. Dari penelitian ini, diketahui bahwa anak-anak yang bisa nunggu itu, mereka pas remajanya terhindar dari kasus penyalahgunaan zat terlarang. Dari situ, jelas banget yak, kalo self control di sini berpengaruh.
Seperti yang kita tahu, gaes. Penyalahgunaan zat terlarang, tawuran, atau bentuk kenakalan remaja lainnya, (bekennya mungkin self destructive), ini dipengaruhi karena self control yang dimiliki oleh individu tersebut rendah.
Febonk: Bukannya hal macam tawuran dan penggunaan zat aditif bisa juga karena pengaruh lingkungan ya? Tp mungkin jatuhnya mereka hanya coba" x yah #edisi ngawur
Iyas: Self control, mempunyai peran atau pengaruh yang besar dalam pembetukan perilaku yang baik dan konkrutif. Dan, fungsi dari seld control itu sendiri adalah untuk menyelaraskan self interest (keinginan pribadi) dan temotation (godaan).
Febonk: Gw test macam gini ah ke anak gw ntaaaar. Klo dya langsung makan abis, curiga gedenya jd anak gang
Iyas: Perilaku individu emang dipengaruhi ama lingkungan eksternal, baik itu dari keluarga, pertemanan, atau apalah itu lah yak. Dan bener kata Kak Bije tadi, kalo dia self controlnya bagus, aku kira kemungkinan untuk terpengaruh ama hal-hal negatif itu kecil.
Febonk: Berarti persentase terpengaruhnya rendah yah
Iyas: Iya, kak peb...
Om Yoga: Hmm. Yang membuat mereka mau menahan diri/self control itu apa. Logika otak atau tekad hati
Iyas:Bisa dihubungin dengan yg ditanyain kak pebi, mungkin... Hmm. Yg membuat mereka mau menahan diri/self control itu apa. Logika otak atau tekad hati
Menurut kak yoga?
Willpower, ntar kak peb. Setelah pertanyaan kak yoga, yak..
Mungkin yak...(sekali lagi, ntar bakalan dibenerin ama mamak nia)
Keputusan untuk melakukan self control, itu dipengaruhi oleh logika. Karena individu di sini melibatkan proses kognisinya kan. Dan, untuk tetap memgang keputusan tadi, ini baru tekad berperan...
Tekad (ini nama bekennya willpower. Yang kak pebi tanyain)
Jadi di sini, antara logika (kognisi) dan willpower (tekad), saling mengisi.

Febonk: Logika+tekad = self control. Begindang?
Iyas: Wait, kak peb.
Di sini, menurut sumberku (maap amatir), bahwa self control ini dipengaruhi ama faktor genetik dan miliu, juga.
Logika+tekad = self control
Mungkin bisa jadi ya... Kan..kan...self control itu terbentuk dari 4 komponen. Yaitu : input function, comparator, reference, output function. Dari point 1-3, sepertinya (menurut pemahamanku) itu masuk ke ranah kognisi. Dan point ke4 masuk ke willpower. #Cmiiw
Kognisi -> proses berpikir

Febonk: Ada yg mendasari poin 1-3 masuk ranah kognisi?
Input-proses-output
Black box
Iyas: Aku jabarin satu2 apa yak 4 elemen (api, udara, tanah, air) itu?
Input function -> itu persepsi yg merupakan hasil dari pengindaraan terhadap situasi atau kondisi.
Comparator -> mekanisme di mana persepsi tadi dibandingin ama titik acuan
Reference value -> standar nilai yg dipakai dalam comparator
Output function -> perilaku yg dimunculkan.
Febonk: Titik acuan nya meliputi apa?
Iyas: Bagaimana penerapan mekanisme teori self control....???
Ketika kita remaja, punya hubungan spesial ama lawan jenis (pacaran ceritanya). Pada awalnya persepsi kita nganggap kalo ciuman itu hal yang wajar. Namun, hal tersebut dilarang di agama, karena termasuk ke perilaku zina (standar nilai) menurut kacamata islam. Lalu, muncul nih perbandingan persepsi dengan standar nilai yang ada, sehingga hal ini ngebuat si remaja memutuskan untuk nggak ciuman lagi dan hanya mengekspresikan kasih sayang mereka lewat pegangan tangan doang.
Trus nih, si pasangan remaja ini ngeliat pilem, dan ada adegan ciuman. Kan mupeng tuh yak, trus muncullah keinginan buat kissing si pacarnya ini, tapi mereka inget lagi, kalo ciuman adalah perilaku yang dilarang di agama mereka. Akhirnya si kita (remaja) ini hanya mencium tangan pacarnya sebagai hasil dari ketidaksesuaian antara persepsi saat ini dan reference (standar nilai) yang ada.

Piye, makin bingung kah? Atau ada titik terang? Atau ndak ada apa2?
Kak Bije: Actually intinya sih dapet
Nahan, Nunggu, Sabar . Itu yg gue dapet
Iyas: Aku sedang berdoa, agar mamak cepat datang. Biar pembahasanku gak makin ngelebar ke mana2....
Om Yoga: Pertanyaan febi?
Iyas: Kayak pengalihan?
Pengalihan, ini tadi juga keliat di videoo yang kita share yak... kalo si anak melakukan beberapa bentuk pengalihan untuk menahan diri. Ada yg nyanyi2, mainin kaki, tangan, dll...
Kan tadi pertanyaan kak pebi, perihal apa yg dijadikan titik acuan yak?
Euhm, mungkin bisa jadi norma sosial masyarakat... #cmiiw
Om yoga: Jadi marshmallow effect ini baru bisa dipake buat nganalisis perilaku atau udah ada metode yang bisa rekayasa perilaku? Yang bisa membuat anak2 tahan ga ambil marshmallow
Iyas: Ini kayaknya baru dipake buat nganalisis perilaku, dan dihubungkan dengan impactnya ke kehidupan. #Cmiiw
Ini buat testnya loh ya... bukan soal teori2 terkait...
Kak Nia : Masih inget dengan pembahasan sebelumnya tentang persistensi gak?
Iyas: Kecenderungan untuk mengulang satu hal secara terus menerus? (Perilaku)
Kak Nia: Bukan. Ini kaitannya dengan sikap, terutama sikap kerja.
Iyas: Keuletan...
Kak Nia: Stanford's Marshmallow Test itu keliatannya sederhana, tapi sebenernya yang diukur itu sesuatu yang sifatnya signifikan bagi kita semua lho.
Hal-hal mendasar yang dilihat di tes itu adalah hal-hal yang punya peranan signifikan untuk membuat seseorang bisa sukses atau gak. Ini kaitannya dengan yg namanya accomplishment.
Accomplishment ini, sederhananya, kita berhasil meraih sesuatu. Tapi yang diraih bukan sekedar sesuatu yang sederhana, melainkan sesuatu yang dampaknya besar dan signifikan buat kita. Masalahnya, kita bisa berhasil meraih sesuatu juga harus ada modalnya. Modal2 tadi yang dilihat dari hasil penelitian longitudinal di Stanford's Marshmallow Test.
Misalnya, semua yg dibilang Iyas tadi.
Contohnya gini...
Kita kan sering anggap, orang pinter adalah orang yang akan berhasil. Akhirnya, kecenderungannya bilang keberhasilan itu dilihat dari kapasitas inteligensi doang. Pinter di sini dilihatnya secara sempit.
Padahal, untuk berhasil ga cuma butuh otak, tapi juga butuh kepintaran lainnya juga.
Nah, pinter-pinter lainnya ini apa?
Ada keliatan di hasil tes tadi.

Menahan diri gak cuma menahan. Di situ ada aspek spesifik lainnya juga. Ada problem solving, ada kepatuhan, ada konsistensi, ada daya tahan, ada daya juang. Semua berujung ke persistensi diri. Hal-hal ini yg juga jadi aspek signifikan, dan bisa jadi pembeda signifikan juga antara orang yg berhasil vs tidak berhasil mencapai target personal mereka. 


Keterangan : 
#Psytalk ini dilakukan pada 10 Mei 2014 di Grup Whatsapp @KlubBuku Indonesia, dengan dipandu oleh @IyasCoveRy dan @SetyoJoko dan ditutup oleh @niafajriyani.

Komentar

Postingan Populer